Tentang Skema Perubahan atas Tarif PPh UMKM Berbadan PT Tahun 2021

Tentang Skema Perubahan atas Tarif PPh UMKM Berbadan PT Tahun 2021

 



Wirausahanesia.com - ada awal tahun 2021, melalui laman resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), diumumkan bahwa terdapat perubahan pada skema perhitungan pajak bagi Wajib Pajak yang menjalankan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT).

Bagi UMKM yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) tidak dapat lagi menggunakan skema Pajak Penghasilan (PPh) Final UMKM tahun 2018 meski omzet dari usaha tersebut belum melebihi Rp 4,8 miliar. 

Berdasarkan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, kebijakan ini dibuat oleh pemerintah untuk dapat memberikan kemudahan bagi para pelaku UMKM dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. 

Dalam aturan tersebut, kemudahan terwujud dalam penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang awalnya 1% (satu persen) menjadi 0,5% (setengah persen). 

Dengan penyederhanaan metode perhitungan Pajak Penghasilan (PPh), yaitu tarif yang dikalikan dengan omzet bulanan, serta jenis Pajak Penghasilan (PPh) Final diharapkan dapat memudahkan Wajib Pajak pelaku UMKM yang belum mahir dalam membuat pembukuan usahanya.

Tetapi, dengan berkaca pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 pula, diketahui bahwa skema perhitungan tersebut hanya dapat digunakan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun pajak bagi Wajib Pajak yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). 

Untuk jangka waktu ini terhitung sejak tahun pajak 2018 bagi Wajib Pajak yang terdaftar sebelum kebijakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 ini berlaku, yaitu per 1 Juli 2018 atau tahun pajak terdaftar bagi Wajib Pajak yang telah terdaftar setelah kebijakan ini berlaku.

Untuk menghitung Pajak Penghasilan (PPh) berdasarkan Ketentuan Umum Pajak Penghasilan (PPh), yaitu tarif Pasal 17, yaitu tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). 

Untuk Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi Wajib Pajak badan ini dihitung berasal dari penghasilan neto fiskal yang dikurangi dengan kompensasi kerugian fiskal.

Berikut merupakan tarif yang digunakan oleh Wajib Pajak badan:

25% (dua puluh lima persen) untuk tahun pajak 2019

22% (dua puluh dua persen) untuk tahun pajak 2020 dan 2021

20% (dua puluh persen) untuk mulai tahun pajak 2022

Angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 
Bagi UMKM Berbentuk Perseroan Terbatas (PT)

Bagi UMKM berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang tidak dapat lagi menggunakan skema Pajak Penghasilan (PPh) Final UMKM sejak tahun pajak 2021, maka Wajib Pajak berbentuk Perseroan Terbatas (PT) perlu memahami bagaimana menggunakan cara perhitungan angsuran pajak dalam tahun berjalan (PPh Pasal 25) karena angsuran ini dapat mengurangi nilai dari Pajak Penghasilan (PPh) badan yang harus dibayarkan pada saat melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2021 nanti.

Pergantian skema bagi UMKM berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang digantikan dengan aturan terkait angsuran tahun berjalan ini diatur dalam Pasal 9 PMK-99/PMK.03/2018 yang berlaku sejak 27 Agustus 2018. Adapun skema yang ditetapkan bagi Wajib Pajak berbentuk Perseroan Terbatas (PT), yaitu:

1. Untuk perhitungan besaran angsuran pajak, sesuai dengan besarnya angsuran pajak bagi Wajib Pajak yang tertera dalam Pasal 25 Ayat (7) Huruf B Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh)

2. Untuk perhitungan besarnya angsuran pajak ditetapkan seperti halnya Wajib Pajak baru selain Wajib Pajak yang tertera dalam Pasal 25 Ayat (7) Huruf B dan Huruf C pada Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), yaitu:

- Bank

- Badan Usaha Milik Negara

- Badan Usaha Milik Daerah

- Wajib Pajak masuk bursa

- Wajib Pajak lainnya berdasarkan ketentuan Undang-Undang yang harus membuat laporan keuangan secara berkala

Untuk itu, Wajib Pajak yang menjalan usahanya berbentuk Perseroan Terbatas (PT) perlu mengetahui posisi perusahaan mereka, apakah termasuk ke dalam Wajib Pajak berdasarkan Pasal 25 Ayat (7) Huruf B atau sebagai Wajib Pajak yang masuk ke dalam golongan yang diperlakukan seperti Wajib Pajak baru. 

Bagi Wajib Pajak yang sesuai dengan Pasal 25 Ayat (7) Huruf B, maka metode perhitungan angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 secara rinci terdapat dalam kebijakan PMK-99/PMK.03/2018. 

Sedangkan untuk Wajib Pajak yang diberlakukan seperti halnya Wajib Pajak baru, maka untuk angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 per bulannya akan ditetapkan nihil. 

Melalui skema ini, maka diharapkan akan memudahkan Wajib Pajak dikarenakan angsuran pajak tahun berjalan yang ditetapkan nihil ini nantinya akan melancarkan aliran dari uang kas.

Namun, di sisi lain untuk pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) badan pada saat pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2021 (PPh Pasal 29) nilainya akan cukup signifikan karena dampak dari nihilnya angsuran pajak tahun berjalan. 

Maka, Wajib Pajak diwajibkan untuk lebih cermat lagi dalam melakukan perhitungan dan perencanaan pajak, agar nantinya ada dana yang cukup atau lebih untuk melakukan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) badannya.


7 Tips Mengelola Keuangan untuk Millenial

7 Tips Mengelola Keuangan untuk Millenial

 



Wirausahanesia.com - Sobat millenial wirausaha, yuk kelola uang kita dengan bijak, berikut kami hadirkan artikel tentang 7 Tips Mengelola Keuangan untuk Millenial.

1. Beli barang yang benar-benar kita butuhkan
Beli barang untuk diri sendiri bukan untuk orang lain, kebanyakan beli barang untuk membuat orang impres, kagum, hormat  atau hanya karena ikut-ikutan. Beli brang karena happy karena butuh. 

Bukan berarti tidak bisa membeli barang mewah atau mahal, tetapi prinsipnya karena fungsinya yang maksimum dan brkualitas. Pastikan barangnya memberikan nilai atau value untuk diri sendiri bukan orang lain apalagi karena ingin pamer.

2. Investasi
Waktu adalah teman terbaik untuk investasi, semakin lama investasi semakin baik. 

3. Uang masuk harus lebih besar daripada uang keluar
Caranya meningkatkan pemasukan atau menekan uang keluar.

4. Jangan Berhutang dan ngutangin orang
Beli barang sesuai kemampuan, kalau uangnya belum cukup lebih baik kerja keras lagi atau nabung. Kalau ada orang yang hendak berhutang raditya dika lebih memilih memberi value dan dibayar secara prodesional. 

Kalau terpaksa berhutang, usahakan untuk aset yang bertumbuh misalnya rumah, dan hindari berhutang untuk sesuatu yang nilainya akan semakin turun di masa depan. Tapi kalau bisa jangan berhutang.

5. Bayar apapun usahakan cash 
Berdasar penelitian dengan membayar cash saat belanja, secara psikologis akan “terasa lebih sakit” agar bisa belajar menahan diri dalam mngeluarkan uang.

6. Fokus ke penghasilan
Gaji tidak sama dengan penghasilan, menaikan gaji bisa jadi selaras dengan naiknya penghasilan tetapi penghasilan tidak melulu dari gaji, bisa saja dari usaha sampingan dengan membuka revenue stream dari keahlian yang kamu miliki.

7. Pelajari instrumen investasi 
Untuk jangka pendek cari intrumen investasi dengan resiko kecil walau hasilnya juga kecil, kalau jangka panjang bisa menggunakan investasi saham.

8. Banyak penghasilan bukan berarti pengeluaran semakin banyak
Tahan diri ketika ada peningkatan penghasilan, jangan sampai culture shock. Jangan habiskan penambahan penghasilan, lebih baik naiknya penghasilan dimaknai dengan peluang menambah anggaran invetasi bukan untuk foya-foya.